Abdul Jalil Syah dari Siak

  • puteri Dipati Batu Kucing
  • Tengku Kamariah
Keturunan
DinastiMauliAyahSultan Mahmud Syah II JohorIbuEncik Apong

Sultan Abdul Jalil Syah, atau dikenal juga dengan panggilan Raja Kecik dari Pagaruyung, adalah pendiri Kesultanan Siak Sri Inderapura. Asal usulnya diperdebatkan. Menurut legenda, ia adalah putra Sultan Mahmud Shah II dari Johor. Ia menjadi saudara sepersusuan dari Yang Dipertuan Pagaruyung Raja Alam Indermasyah.[1]

Pada tahun 1716, Sultan Abdul Jalil diutus oleh Sultan Indermasyah untuk mewakili dirinya dalam menyelesaikan kesepakatan dagang dengan pihak VOC. Pada awalnya pihak Belanda menolaknya, tetapi kemudian kembali datang surat dari Yang Dipertuan Pagaruyung, yang menegaskan status daripada Sultan Abdul Jalil tersebut.[2]

Sumber

Sumber utama yang menceritakan Raja Kecil adalah Hikayat Siak dan Tuhfat al-Nafis. Kedua sumber ini menceritakan Raja Kecil dengan sudut pandang yang bertentangan, sekalipun menampilkan banyak fakta yang sama. Hikayat Siak dan Tuhfat al-Nafis sama-sama mencatat bahwa Raja Kecil dibesarkan di Pagaruyung dengan asuhan Puti Jamilan, memerintah Johor setelah direbut dari Sultan Abdul Jalil keturunan Bendahara, terusir ke Siak dan sering menyerang Johor setelah itu.

Perbedaan mendasar di antara keduanya adalah keberpihakan: Tuhfat an-Nafis sangat berpihak kepada tokoh-tokoh Bugis, di mana Raja Ali Haji merupakan keturunan bangsa tersebut, serta menjelek-jelekkan pihak Siak dan Minangkabau yang menjadi musuh utama pada masa tersebut. Sementara itu, Hikayat Siak membela Raja Kecil dan pengikutnya dan memberi alasan logis terhadap beberapa tindakan-tindakan Raja Kecil terhadap Bugis.[3]

Di samping itu, orang Belanda juga mencatat keberadaan Raja Kecil, terutama aktivitasnya saat dewasa. Karena dibesarkan dan diutus oleh Pagaruyung, Belanda menganggap kehadiran Raja Kecil sebagai bagian dari alam Minangkabau.[4] Namun, pada beberapa masa, perwakilan Minangkabau oleh Raja Kecil tergantikan oleh "Sultan Maharaja", sehingga ia tidak lagi mengafiliasikan diri ke sana.[5] Kebanyakan kisah Raja Kecil dari sudut pandang Barat (Belanda dan Inggris) dirangkum oleh Elisa Netscher dalam tulisannya De Nederlands in Johor en Siak 1602 tot 1865.[6]

Kelahiran dan Kehidupan Awal

Kisah Raja Kecil diawali dengan meninggalnya Sultan Mahmud Syah. Baik Tuhfat maupun Hikayat Siak sama-sama menceritakan bahwa Mahmud Syah membunuh istri Megat Sri Rama, sehingga membangkitkan amarah Megat Sri Rama. Kesempatan itu diambil oleh Datuk Bendahara, Temenggung dan Indera Bungsu, yang bermufakat untuk melancarkan balas dendam Megat Sri Rama sekaligus menggantikan sang sultan. Datuk Bendahara kemudian menghasut sultan untuk membunuh hulubalangnya yang setia bernama Seri Bija Wangsa dengan tuduhan berkhianat.[7] Namun, dalam Hikayat Siak, Datuk Bendahara menghukum mati Seri Bija Wangsa tanpa sepengetahuan sultan.[8] Pada hari Jumat, Mahmud Syah dibopong (dijulang) pergi ke masjid, dan Megat Seri Rama menusuk sang sultan sehingga meninggal (mangkat). Dari peristiwa inilah ia digelari Marhum Mangkat Dijulang.

Dalam Hikayat Siak, Raja Kecil adalah anak dari Sultan Mahmud Syah II dan Encik Apong yang "berhubungan" pada malam jumat sebelum sang sultan meninggal dunia. "Hubungan" yang dimaksud adalah saat sang sultan berahi air maninya terpancar, dan sultan menyuruh Encik Apong menelannya.[8] Dalam Tuhfat, setelah menceritakan "di dalam sejarah sebelah Siak" tersebut, Raja Ali Haji menambahkan "setengah kaul sejarah lain" bahwa setelah Mahmud Syah "takkala mangkat baginda itu zakarnya berdiri", dan pembesar Johor menyuruh Encik Apong bersetubuh dengannya sehingga "rebah zakar baginda itu". Setelah itu, Encik Apong dilarikan oleh seseorang bernama Panglima Bebas ke Pagaruyung.[7]

Tuhfat tidak menambahkan lagi nasib Encik Epong setelah itu, lain halnya dengan Hikayat Siak. Saat masih hamil, Encik Apong diinterogasi oleh Bendahara lalu mengaku bahwa janin tersebut adalah anak Mahmud Syah. Ia berjanji kepada Bendahara tidak akan melihat wajah anaknya itu begitu ia melahirkan.[8] Setelah melahirkan, Encik Apong menyerahkan bayinya kepada ayahnya, Laksamana, untuk dibawa pergi dari Johor. Laksamana membawanya ke Raja Negara di Selat Singapura. Oleh Raja Negara, bayi tersebut dibawa ke Muar untuk diasuh oleh Temenggung Muar, dan dibesarkan di sana.[8]

Semua orang Johor tidak mengetahui identitas anak itu hingga ia berusia tujuh tahun, ketika sering bermain di makam Mahmud Syah dan memakan rumput makamnya di sana. Sementara anak-anak kecil lainnya muntah darah setelah memakan rumput tersebut, anak itu baik-baik saja. Hal itu mengundang perhatian orang Johor, termasuk Yang Dipertuan Muda, adik dari Abdul Jalil yang menguasai Johor setelah kematian Mahmud Syah. Mengetahui hal itu, Laksamana dan Raja Negara mengungsikan anak kecil itu, melalui Nakhoda Malim. Oleh Nakhoda Malim, anak tersebut dibawa ke Jambi dan dinamai Tuan Bujang. Setelah ke Jambi, mereka pergi ke Pagaruyung.[8]

Biografi

Dalam Syair Perang Siak, Raja Kecil putra Pagaruyung, didaulat menjadi penguasa Siak atas mufakat masyarakat di Bengkalis, sekaligus melepaskan Siak dari pengaruh Johor. Berdasarkan Hikayat Siak, Raja Kecil dari Pagaruyung merupakan putra dari Sultan Mahmud, Sultan Johor yang terbunuh. Dari suratnya kepada VOC, Raja Kecil memberitahukan bahwa ia akan menuntut balas atas peristiwa terbunuhnya Sultan Mahmud. Pada tahun 1717 Raja Kecil berhasil menguasai Kesultanan Johor sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai Sultan Johor, dengan gelar Yang Dipertuan Besar Johor, tetapi pada tahun 1722 karena pengkianatan beberapa bangsawan Johor, ia tersingkir dan kemudian pindah ke Siak dan menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat pemerintahannya tahun 1723.

Sebelumnya dari catatan Belanda, juga mencatat pada tahun 1674, ada datang utusan dari Johor untuk memberi bantuan bagi raja Minangkabau berperang melawan raja Jambi. Kemudian berdasarkan surat dari Raja Jambi, Sultan Ingalaga kepada VOC pada tahun 1694, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil dari Pagaruyung, hadir menjadi saksi perdamaian dari perselisihan mereka.[9]

Pada tahun 1724-1726 Sultan Abdul Jalil melakukan perluasan wilayah, dimulai dengan memasukan Rokan ke dalam wilayah Kesultanan Siak, membangun pertahanan armada laut di Bintan bahkan pada tahun 1740-1745 menaklukan beberapa kawasan di Kedah. Sultan Abdul Jalil Syah mangkat pada tahun 1746 dan dimakamkan di Buantan kemudian digelari dengan Marhum Buantan. Kemudian kedudukannya digantikan oleh putranya, yang bernama Sultan Mahmud.

Rujukan

  1. ^ Andaya, L. (2008). Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka (1st ed., p. 102). Hawaii: University of Hawaii Press. Retrieved from https://books.google.com.my/books?id=w7AqZR1ZUZgC&pg=PA104&dq=sultan+of+Pagaruyung&hl=en&sa=X&ved=0CBwQ6AEwAGoVChMIyLeelM
  2. ^ Coolhaas, W.P. (1964). "Generale Missiven der V.O.C.". Journal of Southeast Asian History. 2 (7). doi:10.1017/S0217781100003318. 
  3. ^ Hashim, Muhammad Yusoff (1988). "Di Antara Fakta dan Mitos: Tradisi Pensejarahan di Dalam Hikayat Siak atau Sejarah Raja-Raja Melayu". Sejarah: Journal of the Department of History. 1 (1): 63–116. doi:10.22452/sejarah.vol1no1.3. ISSN 2756-8253. 
  4. ^ Andaya, Leonard Y. (2019). Selat Malaka: sejarah perdagangan dan etnisitas. Jakarta: Komunitas Bambu. ISBN 978-623-7357-04-9.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  5. ^ Barnard, Timothy P. (2003). Multiple Centres of Authority: Society and Environment in Siak and Eastern Sumatra, 1674-1827. London: Brill. ISBN 978-90-04-45435-4.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  6. ^ Netscher, Elisa (2002). Belanda di Johor dan Siak 1602-1865. Diterjemahkan oleh Wan Ghalib. Pekanbaru: Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dan Bina Pusaka.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  7. ^ a b Haji, Raja Ali (2002). Tuhfat Al-Nafis Sejarah Riau-Lingga dan Daerah Takluknya 1699-1864. Kuala Lumpur: Yayasan Khazanah Melayu.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  8. ^ a b c d e Hashim, Muhammad Yusof (1992). Hikayat Siak: Sejarah mengenai raja-raja Melayu Kerajaan Siak Sri Inderapura (dalam bahasa Melayu). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan, Malaysia. ISBN 978-983-62-2728-7.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  9. ^ Andaya, L.Y., (1971), The Kingdom of Johor, 1641-1728: a study of economic and political developments in the Straits of Malacca, s.n.

Bibliografi

  • Donald James Goudie, Phillip Lee Thomas, Tenas Effendy, (1989), Syair Perang Siak: a court poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile, MBRAS.
  • Christine E. Dobbin, (1983), Islamic revivalism in a changing peasant economy: central Sumatra, 1784-1847, Curzon Press, ISBN 0-7007-0155-9.
  • Journal of Southeast Asian studies, Volume 17, McGraw-Hill Far Eastern Publishers, 1986.
Didahului oleh:
-
Sultan Siak Sri Inderapura
1725 - 1746
Diteruskan oleh:
Tengku Buwang Asmara


  • l
  • b
  • s