Muhammad Jamil Jaho

Muhammad Jamil Jaho
Syeikh Muhammad Jamil Jaho
GelarPakiah Bagindo Malano
NamaMuhammad Jamil Jaho
LahirMuhammad Jamil
1875
Nagari Jaho, Tambangan, X Koto, Tanah Datar, Tanah Datar, Sumatera Barat
Meninggal1940
MTI Jaho
Nama lainInyiak Jaho
KebangsaanIndonesia Indonesia
EtnisMinangkabau
FirkahSunni
Mazhab FikihSyafi'i
Mazhab AkidahAsy'ari
OrganisasiPersatuan Tarbiyah Islamiyah
Orang tuaDatuak Garang dan Umbuik
KeluargaBachtiar Djamily (anak)
Rabi'ah Jamil (anak)
Abuya Muda Waly (menantu)
Mawardi Waly (cucu)

Syekh Muhammad Jamil Jaho (lahir di Jaho, Tambangan, Padang Panjang, Hindia Belanda, 1875 - meninggal 1940 pada umur 65) adalah seorang ulama Minangkabau yang ikut mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).[1] Ia termasuk ulama yang mengadakan pembaharuan pendidikan surau, tetapi termasuk golongan ulama Kaum Tua yang bersikap menolak terhadap ijtihad yang sebebas-bebasnya dan mempertahankan taqlid pada ulama-ulama terdahulu.[2][3]

Masa muda

Muhammad Jamil Jaho lahir pada tahun 1875 di Jaho, Tambangan, Padang Panjang. Ayahnya ialah Datuk Garang, suku Guci, yang pernah menjadi qadi Tambangan, sedangkan ibunya bernama Umbuik.[2]

Muhammad Jamil mula-mula belajar agama dari ayahnya sendiri. Ketika beranjak remaja, ia belajar pada Syekh Al-Jufri di Gunung Raja, Batu Putih, Padang Panjang, kemudian pada Syekh al-Ayyubi di Tanjung Bungo, Padang Ganting.[2] Ketika belajar pada Syekh Al-Ayyubi ini Muhammad Jamil bertemu dengan Sulaiman Ar-Rasuli, yang di kemudian hari juga menjadi ulama terkenal di Minangkabau.[2] Keduanya kemudian melanjutkan belajar ke Biaro Kota Tuo,[2] kemudian kepada Syekh Abdullah Halaban, yang terkenal dalam fikih dan ushul fikih.[2] Di perguruan Syekh Halaban inilah Muhammad Jamil dipercaya untuk membantu sebagai pengajar dan diajak mengunjungi pengajian-pengajian di berbagai tempat oleh gurunya tersebut.[2]

Naik haji

Pada tahun 1908, Muhammad Jamil menunaikan ibadah haji ke Mekkah sekaligus menuntut ilmu agama. Ia menikah dahulu sebelum berangkat dengan gadis Tambangan yang bernama Saidah, dan keduanya memiliki dua putri Samsiyyah dan Syafiah.[2]

Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi (mazhab Syafi'i) adalah guru Muhammad Jamil saat di Mekkah, dan Abdul Karim Amrullah (ayah Hamka) juga pada saat belajar pada syekh tersebut.[2] Keduanya murid tersebut selain belajar juga ditugaskan Syekh Ahmad Khatib untuk membimbing murid-murid lainnya. Muhammad Jamil di Mekkah juga belajar pada Syeikh Alwi al-Maliki (mazhab Maliki) dan Syeikh Mukhtar al-Affani (mazhab Hanbali).[2]

Setelah 10 tahun belajar di Mekkah, Muhammad Jamil lalu kembali ke Padang Panjang, dan kemudian menjadi ulama yang disegani di sana.[2] Selama di Makkah ia menikah dengan Zulkaikha keturunan Sicincin, Padang Pariaman tetapi ia tidak mempunyai keturunan.

Kelak, ia menikah lagi dengan Maryam asal Supayang (yang melahirkan lima anak, termasuk Bachtiar Djamily dan Djamilah Djamil) dan Nondeh (yang melahirkan Rabi'ah Jamil).

Pengajaran

Syekh Muhammad Jamil Jaho kemudian mengajar di Jaho dan di beberapa daerah di Minangkabau. Ia dalam menjalankan dakwahnya menjalani sebagaimana cara Syekh Jamil Jambek, yaitu dengan mengadakan tabligh di berbagai tempat untuk menyampaikan syiar Islam.[2] Walaupun ia juga termasuk ulama yang mengadakan pembaharuan atas pola pendidikan surau, tetapi ia menolak ijtihad yang sebebas-bebasnya, serta bersikap taqlid kepada ulama-ulama terdahulu.[2]

Tahun 1922, ia bersama-sama Syekh Sulaiman ar-Rasuli dan Syeikh Abdul Karim Amrullah mendirikan Persatuan Ulama Minangkabau dan perguruan Islam Thawalib.[2] Di Jaho, tahun 1924 ia mendirikan surau dan membuka halaqah pengajian, yang kemudian menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah Jaho, yang lalu menjadi bagian dari Persatuan Tarbiyah Islamiyah.[2]

Syekh Muhammad Jamil Jaho juga mendukung berkembangnya organisasi Muhammadiyah di Minangkabau. Namun, di kemudian hari ia mengundurkan diri dari kepengurusan organisasi ini pada kongresnya yang ke-16 di Pekalongan tahun 1927, karena perbedaan mengenai peluang membuka ijtihad dan menolak taqlid kepada ulama.[2]

Karya tulis

Beberapa karya Syekh Jamil Jaho antara lain:

  • Tadzkiratul Qulub fil Muraqabah 'Allamul Ghuyub
  • Nujumul Hidayah
  • As-Syamsul Lami'ah
  • Fil 'Aqidah wa Diyanah
  • Hujjatul Balighah
  • Al-Maqalah ar-Radhiyah
  • Kasyful Awsiyah

Referensi

  1. ^ El-Sakandary, Nurkhalis Mukhtar (2020-07-08). "Syekh Muhammad Jamil Jaho: Ulama, Tokoh PERTI dan Guru Syekh Muda Waly Al-Khalidy". Ranah Pertalian Adat dan Syarak. Diakses tanggal 2023-07-10. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p "Hujjatul Islam: Syekh Muhammad Jamil Jaho, Ulama Pembaru dari Minang" Republika.co.id, 06-09-2010. Diakses 11-01-2015.
  3. ^ "Syeikh Muhammad Zain Simabur Mufti Kerajaan Perak" Diarsipkan 2015-01-11 di Wayback Machine. Utusan Malaysia, 03-07-2006. Diakses 11-01-2015.

Pranala luar

  • "Syeikh Inyiak Muhammad Jamil Jaho" Website Resmi NU, 16-09-2008. Diakses 11-01-2015.
  • Portal Islam
  • Portal Biografi
  • l
  • b
  • s
Ulama-Ulama Ahli Fiqih Mazhab Syafi'i
Abad ke-3 H
Imam Asy-Syafi'i (wafat 204 H)  • Imam Ahmad (wafat 241 H)  • Imam Bukhari (wafat 256 H)  • Imam Abu Dawud (wafat 275 H)  • Imam At-Tirmidzi (wafat 279 H)  • Syeikh Juneid al-Bagdadi (wafat 298 H)
Abad ke-4 H
Imam An-Nasa'i (wafat 303 H)  • Abu Hasan al Asy'ari (wafat 324 H)  • Ibnul Haddad (wafat 345 H)  • Ar-Razi (wafat 347 H)  • Ibnul Qathan (wafat 359 H)  • Ibnul Bahran (wafat 361 H)  • Al-Qaffal al-Kabir (wafat 366 H)  • Ad-Daruquthni (wafat 385 H)  • Al-Isma'ili (wafat 392 H)  • Al-Qadhi Al-Jurjani (wafat 392 H)  • As-Susi (wafat 396 H)  • Ibnu Laal (wafat 398 H)
Abad ke-5 H
Al-Lalika'i (wafat 416 H)  • Al-Mawardi (wafat 450 H)  • Imam Al-Baihaqi (wafat 458 H)
Abad ke-6 H
Imam Al-Ghazali (wafat 505 H)  • Imam Al-Baghawi (wafat 516 H)  • Ibnu Asakir (wafat 576 H)  • Abu Syuja (wafat 593 H)
Abad ke-7 H
Al-Mundziri (wafat 656 H)  • Imam An-Nawawi (wafat 676 H)  • Imam Ar-Rafi'i (wafat 623 H)  • Ibnu Malik (wafat 672 H)  • Al-Baidhawi (wafat 691 H)  • Syaikh Ibrahim ad Dasuqi (wafat 696 H)
Abad ke-8 H
Ibnu Katsir (wafat 774 H)  • Ibnu Daqiq al-Ied (wafat 702 H)  • Quthbuddin asy-Syirazi (wafat 710 H)  • Taqiyuddin as-Subki (wafat 756 H)  • Az-Zarkasyi (wafat 794 H)
Abad ke-9 H
Ibnu Al-Mulaqqin (wafat 804 H)  • Ibnu Ruslan (wafat 844 H)  • Ibnu Hajar Al 'Asqalani (wafat 852 H)  • Jalaluddin al-Mahalli (wafat 864 H)  • Imamul Kamiliyah (wafat 874 H)
Abad ke-10 H
Jamaluddin An-Nasyiri (wafat 911 H)  • Imam As-Suyuthi (wafat 911 H)  • Jalaluddin al-Karaki (wafat 912 H)  • Ibnu Abi Syarif (wafat 923 H)  • Abul Fatah al-Mishri (wafat 963 H)  • Hasanuddin (wafat 964 H)  • Ibnu Qassim al-'Ubaidi (wafat 994 H)  • Mirza Makhdum (wafat 995 H)
Abad ke-11 H
Nuruddin al-Raniri (wafat 1068 H)  • Syamsuddin as-Syaubari (wafat 1069 H)  • Syihabuddin al-Qaliyubi (wafat 1070 H)  • Abdul Birri al-Ajhuri (wafat 1070 H)  • Al-'Urdli (wafat 1071 H)  • Ibnu Jamal al-Makki (wafat 1072 H)  • Al-Qinai (wafat 1073 H)  • Ibrahim al-Marhumi (wafat 1073 H)  • Muhammad al-Bathini (wafat 1075 H)  • Muhammad al-Kurani (wafat 1078 H)  • Ibrahim al-Maimuni (wafat 1079 H)  • Abdul Qadir as-Shafuri (wafat 1081 H)  • Ibnu Jam'an (wafat 1083 H)  • Ibrahim al-Khiyari (wafat 1083 H)  • Al Kurdi (wafat 1084 H)  • 'Al al-Ayyubi (wafat 1086 H)  • Muhammad al-Bakri (wafat 1087 H)  • Abdul Rauf al-Fanshuri (wafat 1094 H)
Abad ke-12 H
Abdullah bin Alawi al-Haddad (wafat 1123 H)  • Muhammad al-Kurani (wafat 1145 H)  • Al 'Ajaluni (wafat 1148 H)  • Hasan al-Bani (wafat 1148 H)  • As-Safar Jalani (wafat 1150 H)  • Ad-Diri (wafat 1151 H)  • As-Suwaidi (wafat 1143 H)  • Zainuddin ad-Dirbi (wafat 1155 H)  • Al-Busthami (wafat 1157 H)  • Athaulah al-Azhari (wafat 1161 H)
Abad ke-13 H
Abdus Shamad al-Falimbani (wafat 1203 H)  • Muhammad Arsyad al-Banjari (wafat 1227 H)  • Al-Yamani (wafat 1201 H)  • Ahmad al-Khalifi (wafat 1209 H)  • Al-Baithusyi (wafat 1211 H)  • At-Takriti (wafat 1211 H)  • Ibnu Jauhari (wafat 1215 H)  • Ad-Damanhuri (wafat 1221 H)
Abad ke-14 H
Abdul Karim Tebuwung (wafat 1313 H)  • Nawawi al-Bantani (wafat 1315 H)  • Ahmad Khatib al-Minangkabawi (wafat 1334 H)  • Muhammad Saad Munqa (wafat 1339 H)  • Syeikh Muhammad Saleh al-Minankabawi (wafat 1351 H)  • Syeikh Khatib 'Ali (wafat 1353 H)  • Muhammad Jamil Jaho (wafat 1360 H)  • Hasjim Asy'ari (wafat 1367 H)  • Abdul Wahid Tabek Gadang (wafat 1369 H)  • Musthafa Husein al-Mandili (wafat 1370 H)  • Dimyathi Syafi'ie (wafat 1378 H)  • Abdul Qadir bin Abdul Mutalib al-Mandili (wafat 1385 H)  • Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (wafat 1388 H)  • Habib Salim bin Djindan (wafat 1389 H)  • Sulaiman ar-Rasuli (wafat 1390 H)  • Abdul Wahab Hasbullah (wafat 1391 H)  • Al-Habib Ali bin Husein al-Attas (wafat 1396 H)
Abad ke-15 H
Syeikh Muhammad Yasin al-Fadani (wafat 1410 H)  • Muhammad Zaini Abdul Ghani (wafat 1426 H)  • Al-Habib Munzir bin Fuad al-Musawa (wafat 1434 H)  • Sahal Mahfudz (wafat 1435 H)  • Wahbah al-Zuhayli (wafat 1436 H)
Cetak tebal adalah yang sangat terkemuka di zamannya, metode penentuan abad seorang ulama dengan tahun kematiannya, Lihat Panduan Penggunaan